1.
DAFTAR ROMBONGAN YANG DATANG BERMIGRASI DI TANAH KUMELEMBUAI
============
Setelah LONTOH KAPANTOW kembali dari perjalanannya dalam rangkah mencari lahan untuk bakal pendirian (TUMANI IN NDO'ONG WERU) dia kemudian kembali ke KAWANGKOAN dan melaporkan hasil penemuannya dihadapan PAMATU'AN IN NDO'ONG yaitu PAAT.
Maka dalam kurun waktu yang relatif singkat, TONA'AS PAAT langsung memerintahkan kepada seluruh warga yang siap dan ikut pergi untuk menempati lokasi bakal pendirian desa baru.
Maka setelah menunggu hari yang baik dan bagus, dan dengan bantuan penanda Burung Manguni. Maka oleh PAAT, LONTOH, WALIAN MAMARIMBING dan MONGKARENG, memberikan aba-aba untuk membuang langkah berjalan dan mulai meninggalkan KAWANGKOAN, sebanyak 35 Kepala Keluarga (KK), yang seluruhnya kira-kira berjumlah 160 jiwa.
Mereka adalah:
1. PAAT dengan ke Tujuh orang anaknya, yaitu: KENTEY, SUMAKUL, PANGAILAH, MARUANG, TIMBEE, LENGKONG dan SINAULAN.
2. LONTOH KAPANTOW (LANGKAY) dengan Anak-anaknya, yaitu: WAWORUNTU, PAAMPUNGEN, KAUMBANGKO dan TOKAWENE
3. MAMARIMBING dengan anak-anaknya: TEMPU dan MAYONG PORONG
4. MONGKARENG dengan anaknya: MANEMBU MONGKARENG
5. TELAP LUMELEY dengan anak-anaknya: TUMANDUK, KUMAYAS, PINATIK, LUMAMBUKOW dan UREY.
6. TUYU dengan anak-anaknya: PONGANTUNG dan LENGKOW
7. RINDO-RINDO dengan anak-anaknya: RUMESAK, MONDING, SUMUOT, TUMIWA dan MAMENTU.
8. SUMAKUL dengan anak-anaknya: TUMIWA, MAPALEMPOW dan DAFID.
9. PASAH dengan anak-anaknya: PANGULURAN dan REWUNGBENE.
10. LALOAN dengan anak-anaknya: MARUAYA, KENAL dan JOSEPUS.
11. TUMANDUK dengan anak-anaknya: KAWULUR dan TUWO.
12. LENGKONG dengan anak-anaknya perempuan: EREY, LENER dan TOMBILING.
13. PONGANTUNG dengan anak-anaknya: MAMOTO, PAYOW, KORO dan LUMENTUT.
=========
Daftar nama yang tak tercatat nama anak-anaknya.
14. TUMBELAKA dengan anak-anaknya.
15. KUMOLONTANG dengan anak-anaknya.
16. LAMPUS dengan anak-anaknya.
17. KORO dengan anak-anaknya.
18. MARAMIS dengan anak-anaknya.
19. SAROINSONG dengan anak-anaknya.
20. WINAILAN dengan anak-anaknya.
21. LIANDO dengan anak2nya.
22. SINAULAN dengan anak2nya.
23. PINATIK dengan anak2nya.
24. KUMINTJEM dengan anak2nya.
25. KUMAJAS dengan anak2nya.
26. KEREH dengan anak2nya.
27. RANTUNG dengan anak2nya.
28. MONAREH dengan anak2nya.
29. LOMBOK dengan anak2nya.
30. WENGKOW dengan anak2nya.
31. KENTEY dengan anak2nya.
32. WUNGOW dengan anak2nya.
33. TIMBEE dengan anak2nya.
34. TEMPA dengan anak2nya.
35. PANGKAH dan SIOW dengan anak2nya.
2.
MAKALEMBUANG
(KUMELEMBUAI)
(Antara Doeloe dan Sekarang)
&
SEMBOYAN 5 M
(Mensiri’-siri’an, Mema’upusan, Menlinga’-linga’an, Mentantawangan dan Mema’elur-eluran)
Oleh: Evander Mongkaren, S.S
Kumelembuai itulah nama suatu desa yang berdiri tepat dibawah kaki gunung Lolombulan, yang awalnya nama Kumelembuai itu sendiri pada pertengahan abad ke XVII atau sekitar tahun 1766, pada zaman berkuasanya penjajahan Belanda yang dikenal dengan “VOC” (Vereenigde Oost Indische Compagnie), di kenal dengan nama “MAKALEMBUANG” yang pada dasarnya nama ini mengandung sebuah makna yang besar dengan berfilsafatkan arti dari air yang mengalir keluar membasahi tanah ataupun bagai sebuah perumpaan secara theologia bagai air kehidupan. Bagi masyarakat minahasa zaman duluh ataupun khususnya masyarakat Kumelembuai pada waktu itu, bahwa air bagaikan suatu emas yang dalam konteksnya sebagai harta yang sangat mahal dan berguna bagi kehidupan sehari-hari. Semangat inilah yang kemudian diterapkan oleh para Founder (pendiri) desa Kumelembuai yang ingin mendidik masyrakat untuk bagimanah mampu memahami arti sebuah kehidupan bermasyarakat yang konon bisa membawa filsafat hidup itu dalam menjalani kehidupan bermasyarakat agar dapat menjadi sumber berkat pada waktu itu.Nama makalembuang dengan arti yang besar ini sendiri hilang seakan terkubur dalam bom waktu yang taakan mungkin pernah muncul lagi. Faktor besar yang kemudian membuat nama ini hilang adalah adanya pengaruh orang-orang Belanda yang bisa dikatakan pada waktu itu berkuasa atas segalah bentuk aspek penjajahan, yang selain menjajah secara fisik namun dijajah secara teori, yang dalam artinya, segalah paham sosia atau kebersamaan yang diterapkan oleh orang-orang minahasa dihilangkan dan diganti dengan paham bahwa kehidupan harus dijalankan masing-masing tanpa perlu melibatkan orang lain. Selain proses penjajahan dalam bentuk teori, pengaruh kebudayaan barat yang dalam hal ini dialek, juga menjadi tajuk utama dalam proses penghilangan kata Makalembuang itu sendiri, karena tak bisa mengucapkan kata makalembuang, sehingga lebih gampang orang-orang Belanda itu mengeja dengan nama Koemelemboeai.Menurut catatan sejarah yang ada, masyarakat Kumelembuai itu sendiri berasal dari desa Kawangkoan yang karena kepadatan penduduk sehingga membuat beberapa tetua desa berkeinginan mencari lahan baru untuk dijadikan sebagai tempat pemukiman. Lontoh Kapantow yang kemudian berubah nama menjadi “LANGKAY’ merupakan salah satu tokoh masyarakat pada waktu itu yang dengan segalah keberanian dan ketekunannya, mampu memberikan jalan keluar bagi masyarakat Kawangkoan yang pada waktu itu dibebankan dengan mengharapkan ada sebuah lahan yang sangat luas untuk dijadikan sebagai tempat pemukiman yang baru. Lontoh Kapantow sendiri meski harus berjalan menyusuri hutan dan melewati sungai-sungai yang besar, tetap teguh hati mencari sebuah lahan yang luas dan dekat dengan sumber air untuk dijadikan sebagai tempat pemukiman yang baru, sehingga didapatinyalah sebuah lahan yang cukup luas dekat dengan sumber air sehingga cocok untuk dijadikan sebagai tempat untuk masyarakat yang ingin bertransmigrasi yaitu Kumelembuai saat ini.Berdirinya desa Kumelembuai ini sendiri memakan waktu yang relatif lamah dengan segalah bentuk persiapan, baik dalam persiapan secara ritualisasi maupun hal-hal lain yang menyangkut prosesi itu. Secara kebiasaan orang minahasa pada waktu itu, masyarakat mengenal sebuah ritualisasi yang dikenal dengan kata “TUMANI” yang walaupun artinya bukan secara harafiah dapat diartikan sebagai pendirian desa baru namun jauh melebihi dari makna yang sebenarnya. Pada prosesi itu sendiri, ketika ditancapkannya batu Tumotowa oleh seorang Tokoh masyarakat yang dikenal dengan sebutan Tona’as (Pemimpin) yang bernama PAAT memberikan banyak petuah atau semboyan yang dalam hal ini masyarakat Kumelembuai mengenalnya dengan semboyan 5M Mensiri’-siri’an, Mema’upusan, Menlinga’-linga’an, Mentantawangan dan Mema’elur-eluran (Hormat-menghormati, Berkasih-kasihan, Saling mendengarkan satu sama lain, Tollong-menolong dan Menciptakan Kedamaian). Selain itu ia meminta agar masyarakat mampu memlihara keamanan, ketertiban dan kerukunan dalam persatuan dan kesatuan, serta selalu waspada dalam berbagai bentuk aspek ancaman yang akan datang.Memasuki awal abad ke 19 sampai saat ini, sepertinya semboyan 5 M itu sendiri mulai dikikis dengan paham-paham kebudayaan barat yang cukup banyak mempengaruhi dan berkembang pesat dikalangan masyarakat Kumelembuai saat ini. Proses inilah yang kini membawa masyarakat Kumelembuai dilanda kehancuran secara tidak langsung, yang maksudnya penerapan semboyan 5 M yang bertujuan membawa masyarakat pada kehidupan yang lebih bagus kedepan dengan berpatokan pada sistem MAPALUS atau gotong royong kini malah diganti dengan kehidupan bermasyarakat yang berjalan sendiri-sendiri ditambah dengan pengaruh moderenisme yang membawa generasi mudah pada paham yang mendidik mereka untuk melupakan semua ajaran-ajaran para leluhur yang bisa dikatakan sangat bijak dan mengandung banyak hal positif yang mampu membawa alur kehidupan kearah yang lebih baik serta yang sebetulnya menjadi harapan satu-satunya untuk menerapkan kembali semboyan 5 M. Harapan para Founderpun kini hanya menjadi sebuah kenangan dengan tak ada lagi proses penerapan itu. Yang saat ini membuat masyarakat Kumelembuai tak lagi hidup dalam kerukunan melainkan hidup dalam perpecahan meski tak dapat dilihat secara langsung tapi mampu diramalkan dan dirasakan.Oleh sebab itu perlu adanya suatu perubahan sosial yang mampu membawa dan mendidik generasi muda bahkan seluruh elemen masyarakat agar dapat terus mampu menerapkan semboyan 5 M serta mampu menghargai, dan melestarikan ajaran-ajaran luhur para pendiri desa, sehingga akan dapat dilihat suatu perkembangan masyarakat yang sangat besar yang menjalankan setiap aspek kehidupan bermasyarakat yang bisa menjadi berkat bagi orang lain.
Sa Cita Esa Keter Cita
Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua, apa terlebih masyarakat Kumelembuai.
Kumelembuai, 20 September 2017
Penulis,
Mongkaren Evander, S.S
Colek Om Jay Tusan
3.
KISAH TOAR LUMIMUUT VERSI TOMPASO
Kukua an doro’ i Lumimu’ut wo si Toar, sinisil i Winuwus Mondow Walian an Talikuran (Tompaso’)
(Cerita mengenai Lumimu’ut dan Toar, diceritakan oleh Minuwus Mondow dari Talikuran Tompaso’. Dalam versi Makale’i). Dan diterjemahkan oleh Neo Eddy Rawis)
Kumi’it ing kukua e makakukua, esa watu unei am peta i laur; kawangko i watu unei itu kele wale wangko’. (Menurut penuturan para penutur, sebuah batu bertuah berada di telaga; besar batu bertuah itu sebesar rumah yang besar.)
Sempa’anem si watu unei itu ja mamuali esa lumelempad makangaran kokoak. (Gelombang air menerpa batu bertuah itu, maka jadilah seekor burung bernama Gagak.)
Lumimu'utem si watu unei itu, mamuali esa tow si limu'ut watu unei itu.
(Berkeringatlah batu bertuah itu, dan jadilah seorang manusia keringat batu bertuah itu.)
Ngaran i tow itu Lumimu’ut, am pa’pa’an sia limu’ut(e)ke’ i watu wo mamuali-ma’i tow. (Nama orang itu Lumimu’ut, karena ia hanya dari keringat dari batu lalu menjadi manusia.)
Jawo si Lumimu’ut tumulung an dangka’ i watu unei itu. (Pada saat Lumimu’ut berdiri di atas batu bertuah itu.)
Makatulungoka a si watu unei itu sia, ja sia ma’ila’ si kokoak ma’tele-teleb maali-ali in a’ngo pela. (Sementara ia berdiri-diri pada watu bertuah itu, ia melihat si burung Gagak terbang membawa-bawa ranting kecil yang kering.)
Jawo si Lumimu’ut me’buei a si Kokoak, eng kuana : ,,E Kokoak, am bisa si a’ngo iana wo indonu? (Lumimu’ut pun bertanya kepada si burung Gagak, katanya : ,,E Gagak, di mana ranting itu dulu lalu kau ambil?”)
Sumowatoka si Kokoak, eng kuana : ,,Niindoku a mange an Taure. (Jawab burung Gagak, katanya : ,,Saya mengambilnya di Tanah Tua.)
Siituke’ m pinalinja i Lumimu’ut, ja sia numuwu’, eng kuana : Sa itjasale’nu, ipakawali aku a si tana’ itu.” (Hanya itu yg idengar Lumimu’ut, lalu ia berbicara, katanya : ,,Seandainya engkau senang, antarkan aku ke tanah itu.)
Sumowatem si Kokoak, eng kuana : ,,O ja kumi’it-ai iaku.” (Jawab burung Gagak, katanya : ,,O, ya, ikutlah dengan aku”)
Maja’am seila in dua, mange a si esa tana’ ; kawangko in tana’ itu ja kele ni’u, si tana’ itu ja aitumow an ened in ta’asik. (Berjalanlah mereka berdua, menuju ke satu tanah ; besarnya tanah itu ya seperti nyiru, tanah itu muncul di tengah laut.)
Ambituoka seila in dua, ja numuwu’ si Kokoak a si Lumimu’ut, eng kuana : Ja si anio’ si tana’ niindoangku si a’ngo pinaali-aliku, ngaran i tana’ anio’ ja Taure.” (Disitulah mereka berdua, lalu berbicaralah si burung Gagak kepada Lumimu’ut, katanya : ,,Ya inilah tanah dimana aku mengambil ranting kering yang aku bawa-bawa itu, nama tanah ini adalah Tanah Tua”.)
Siituke’ en ainuwu’ i Kokoak, ja sia tumele’bem itela’unam ambitu si Lumimu’ut. (Hanya itulah yang diucapkan burung Gagak, lalu ia pun terbang meninggalkan Lumimu’ut disitu.)
An somoi-a’i itu, ja si Lumimu’ut kumompol sangakompol en tana’, wo sia maja’mareng-ange a si watu unei tempat kejadian dirinya. (Kemudian itu, si Lumimu’ut menggenggam se genggam tanah, lalu ia berjalan kembali ke batu bertua dmana ia dijadikan.)
Itjateka’-mange ambi’itu sia, ja iwekar(e)na-mio’ si tana’ pina’kompol(e)na. (Setibanya ia disitu, diletakkannya tanah yang digengggamnya itu.)
Te’terenam em binekarana si tana’itu, ja ro’na tempa in sangapulu’ ngarepa.(Diperhatikannya tempat dimana tanah itu diletakkannya, ya kira2 seluas sepuluh depa).
Mando-mai kinaawesanem eng kawangko’ i tana’ itu. (Esok harinya telah bertambah besar luas tanah itu)
Wo mando ka’i-mai kinaawesanem tajang eng kawangko’ i tana’ itu, wo itu mengawe-ngawes eng kawangko’. (Esoknya lagi bertambah jauh lebih besar tanah itu, lalu semakin bertambah-tambah besarnya.)
Malekep en siow ngando ja makadem si tana’ itu ma’bangko’, am pa’pa’an si tana’ itu ja airumi’item moko, monge, meko, mitjo i langit. (Genap hari ke sembilan ya berakhirlah tanah itu membesar, karena tanah itu telah mencapai langit sebelah barat, sebelah utara, sebelah selatan, sebelah timur.)
Te’terenem Lumimu’ut en ipakasa am bawo in tana’ ja tangkelas(e)pe’, anaitu sia ja mareng-ange a si tana’ kinompolana si tana’ itu. (Diperhatikan Lumimu’ut bahwa seluruh permukaan tanah masih kosong, oleh sebab itu ia kembali lagi ketanah dimana ia menggenggam tanahnya itu dulu.)
Mangem ambi’tu sia, ja sia kumompol ka’i-mio’ sangakompol en tana’ wo si tana’ itu aiwuras(e)na an ipakasa am bawo in tana’ anio’. (Setelah berada disana, digenggamnya lagi satu genggam tanah lalu tanah itu datang ditebarkannya diseluruh permukaan tanah tanah yang masih kosong itu).
Tumowem si aiwuras(e)na itu ja se waja tu’dana ing kayu wo waja im baja pa’ila’an am bawo in tana’. (Maka bertumbuhlah apa yang dihamburkannya itu, seperti segala pohon kayu serta kesemua yang kelihatan di atas, di permukaan tanah.)
Pa’ila’anem i Lumimu’ut se waja im baja itu, ja sia mema’ esa kuntung a meko an do’kos in Dano i Apo makangaran Wulud Maatus. (Diperhatikan Lumimu’ut semuanya itu, dan ia pun membangun sebuah gunung di sebelah selatan, pada Mata airnya Apo bernama Wulud Maatus.)
Jawo si Lumimu’ut sumoso’d a si kuntung itu, wo sia mange tumulung am puruk i kuntung itu. (Kemudian Lumimu’ut naik ke atas gunung itu, lalu ia berdiri di puncak gunung itu.)
Ambi’ituoka sia, ja sia sumaru moko in deges a moko wo ma’i, wo si Lumimu’ut makapendam in owak(e)na ja owakoka lewo’, kumaapa wa’atenem. (Di tempat itulah ia, lalu ia menghadap ke barat dimana datangnya angin barat., kemudian itu ia merasakan tubuhnya tidak baik, atau mengandung.)
Anaitu en deges a moko wo ma’i ningaranan awa’at am pa’pa’an si reges itu ja nima’at si Lumimu’ut. (Maka itulah angin barat itu dinamakan penyusup, karena angin itu yang menyusupi tubuh membuat hamil si Lumimu’ut.)
An somoi-ai itu ja si Lumimu’ut makaanakem esa anak tuama, ngarananem i Lumimu’ut si toja’ang itu To’ar. (Kemudian Lumimu’ut melahirkan seorang anak laki2, dinamainya anak itu To’ar)
Sapakem si To’ar ja ipa’sandoke’ eng kapatow(e)na. (Sebagaimana yang terjadi bahwa pertembuhan si To’ar sanga cepat sekali.)
Mamatu’am-a’i si To’ar Ja sia nuwu’an i nanga, eng kuanem : ,,E To’ar mangere-mange penana’an ko.” (Setelah To’ar menjadi dewasa, maka ibunya berkata : ,,E To’ar! Carilah untuk menjadi isterimu.”
Siituke’ nilinga i To’ar a si Lumimu’ut, ja sia maja’ lumitji’d in tana’. (Hanya itu yang didengar To’ar dari Lumimu’ut, lalu ia berkeliling.)
Marengem-ai si To’ar a si inanga, eng kuana : ,,O Inangku, aku ja ra’itja nimakaere penana’an,” (Sekembali si To’ar pada ibunya, lalu ia berkata :,,O Ibuku, aku tidak menemukan seorang isteri”)
Sumowato si Lumimu’ut, eng kuana : ,,E To’ar, tewasen-ange si tu’is anio’ wo rimperan-io’ en tu’da wo n tempok wo isoka’d –a’i iaku ng kalambot i tu’is iana, wo ka’i ko maja’ lumitji’d in tana’, kumakan ko maja’ ja aku kuma’biri. (Jawab Lumimu’ut, katanya : ,,E To’ar, potonglah batang tu’is (sejenis alang2) ini lalu buang ujung dan akarnya kemudian ukur panjangnya sesuai tinggi badanku, lalu angkau pergi lagi berkeliling, engkau ambil jalan arah kekanan sementara aku akan mengambil arah ke kiri.)
Sa ko wo mesungkul esa wewene kagioku e giona, ja soka’den-ange i tu’is anio; sawo soka’den-ange wo sia tu’is(e)ke’ anio’ e lambot, ja ra’itja iaku, karengan isia si mamuali penana’anu.” (Sekiranya engkau berjumpa seorang wanita berwajah seperti aku, ja ukurlah tingginya samakan dengan tu’is di tanganmu itu, jika tu’is ini lebih panjang dari tingginya, maka itu bukan diriku, seharusnya dialah kau ambil sebagai isterimu”)
Ja maja’am tu’u seila in dua, kumaapa metalitjurem seila ; kuma’biri si Lumimu’ut, kumakan si To’ar e nimaja’ lumitji’d in tana’. (Lalu berangkatlah mereka berdua, atau berpisahlah mereka ; ke kiri si Lumimu’ut, ke kanan si To’ar berjalan pergi berkeliling.)
Ja memaja-maja’ tu’u si To’ar ja sia mesungkul esa wewene, pa’ila’anam si wewene itu ja kele i gio i nanga. (Tengah perjalanannya, To’ar berjumpa seorang wanita mirip wajah ibunya.)
Ta’an soka’dena-mange i tu’is pinaali-alina, ja si tu’is(e)ke’ e lambot e siwewene itu. (Akan tetapi, begitu dia mencocokan tu’is di tangannya dengan tinggi wanita, ternyata tu’is lebih panjang dari tinggi wanita itu.)
Si Lumimu’ut ku’a si wewene itu, ta’an si tu’isoka e lambot, am pa’pa’an si tu’is itu js ailumulungke’ sumawel en tempok, mandepe’ nirimperan sumama-sama’.(Sebetulnya wanita itu adalah si Lumimu’ut sendiri, akan tetapi menjadi tu’is lebih tinggi saat ini lantaran tu’isnya telah bertumbuh ujungnya walau pun sudah dipotong dengan sangat baik ujungnya.)
Pakasoka’den-oko i To’ar si wewene itu, ja numuwu’ si To’ar, eng kuana : ,,Ja itjo tu’u re’e si wewene aitjua i inangku indongku penana’an, am pa’pa’an si tu’is anio e lambot e ko.” (Selesai si To’ar mengukur wanita itu, lalu To’ar berkata, katanya : ,,Ya engkaulah wanita yang disebut ibuku yang akan kujadikan isteriku, karena tu’is ini lebih panjang dari ketinggianmu.)
Ja a si endoke’ itu seila in dua mamualim ambalesa, kumaapa tumo’tolem e mamale. (Pada hari itu juga mereka berdua menjadi suami-isteri, atau memulai berumah-tangga)
Jawo seila mareng-ange am Bulud Maatus ; ambituoka seila ja makausuiem anak makatelu siow. (Lalu mereka kembali ke Bulud Maatus ; disitulah mereka mendapatkan anak2 sebanyak dua puluh tujuh orang)
Isusudem i Lumimu’ut wo si To’ar en ento’an i esa wo esa a se anakeila in dua, wo n tawoien i esa wo si esa. (Lumimu’ut dan To’ar menyediakan tempat masing-masing satu persatu anak2 mereka berdua serta perkerjaan masingnya)
1. Si Kumokomba’ ja mange nimento ang kapepeduaan in tana’ bo langit. Tawoiena ja makomba’ se tow mamuali malengei kumaapa mamuali masija, wo se tow pogo’ kumaapa lowid karengan ikomba’ i Kumokomba’. (Si Kumokomba’ ditempatkan di pertengahan antara tanah dan langit. Pekerjaannya menetukan nasib orang menjadi miskin atau menjadi orang kaya, dan menentukan usia manusia apakah umur pendek atau umur panjang sesuai yang ditetapkan si Kumokomba’)
2. Marendor.
3. An dangka’ mange i Kumokomba’ ja si Lintjambene’
(Di atasnya dpd Kumokomba’ adalah si Lintjambene’)
6. An dangka-mange i Lintjambene’ ja si Tantumoitow. Tawoiena ja ma’tointok se tow ipakaanak(e)pe’-mai. (Di atasnya Lintjambene’ ya Tantumoitow. Pekerjaannya menentukan nasib seseorang yang baru lahir.)
Esa kina toja’ang mamuali, ja katare wueien i Tantumoitow si toja’ang itu, eng kuana : ,,E ambisa n ikasale’nu tointokangkuitjo? (Satu anak yang lahir, yang pertama ditanyakan Tantumoitow kepada anak itu, adalah ; ,,E, dimana kau suka aku tentukan padamu?
Sa si toja’ang sumowat kela’i : Itoitok-ange amangena, keleituke’ eng karior ja itoitok-io Tantumoitow an tu’da ing kayu, ta’an sa si toja’ang sumowat kela’i : Itointok-io’ a mio’na”, ja keleituke’ eng karior ja itointok-ange i Tantumoitow amangena. (Sekiranya sang anak menjawab seperti : Tentukanlah di sebelah atas, dalam seketika itu saja ditentukaan pada bgn bawah dpd kayu itu, akantetapi jika sang anak memilih menentukan sebelah bawah, maka oleh si Tantumoitow menaruhnya sebelah atas dpd kayu itu)
Uana itu : sa itointok an tu’da, ja pogo, ta’an sa itointok an tempok, ja si tow itu lowid. (Artinya : jika dipilihkan sebelah bawah ya umur pendek, tetapi jika ditentukan sebelah atas ya umur panjang)
Anaitu se ikita in tow ja ra’itja toro wo mindo ing kasale’an in esa. (Oleh sebab itu, kita manusia tidak boleh hanya mengikuti apa yang kita inginkan saja)
5. An dangka’ mange i Tantumoitow, ja si Maruaja. (Diatas dpd Tantumoitow adalah si Maruaya)
Sapakem en tawoiena, ja masusui a se mamuali walian, ma’deideng. (Yang mana pekerjaannya adalah mengajari calon walian, mareideng)
7. An dangka-mange i Maruaya, ja si Karema. ( Diatasnya Maruaya adalah Karema)
En tawoiena ja pute wo n tawoien i Maruaya. (Pekerjannya adalah sama dengan pekerjaan si Maruaya)
8. An dangka-mange i Karema, ja si Mawati’. (Diatasnya Karema adalah si Mawati’)
En tawoiena ja ma’bati kumaapa ma’sani se tow. (Pekerjaannya adalah meramal atau menubuatkan manusia)
9. An dangka-mange i Mawati, ja si Makaoro. (Diatasnya Mawati’ ya si Makaoro.
En tawoiena ja tona’as ma’susui a se mamuali tona’as, ta’an sia ja ra’ipe isia n tona’as wangko’, sia ja tona’as ma’seisang. (Pekerjaannya adalah tona’as, mengajari para calon tona’as, namun dia bukanlah tona’as besar, dia adalah tona’as pengganti/ pembantu)
4. An dangka-mange i Makaoro, ja si Mamarimbing. (Di atasnya si Makaoro ya si Mamarimbing)
En tawoiena, ja tona’as wangko kumaapa tona’as wawarangan. (Pekerjaannya adalah komunikator burung hantu (masoring)
Anaitu isia tu’dana ma’susui a se mamuali tona’as. (Maka itulah ia merupakan guru besar pengajar para calon tona’as)
10. An dangka-mange i Tona’as Mamarimbing, ja si Mangantes. (Diatasnya tona’as Mamarimbing adalah si Mangantes.)
11, 12. An dangka-mange i Mangantes, ja se rua makangaran Manembo wo si Manalinga. (Di atasnya Mangantes, ya kedua orang bernama Manembo dan Manalinga.)
Se rua anio’ ja nimento’ a mange ang kawuwungan, a mange an aisumungkarem i langit. (Kedua orang ini tinggaal diatas ketinggian tertinggi, dimana menyentuh langit)
En tawoien i Manembo ja mene’tene’ter se tow ma’dombit wo se tampemu’is wo se memaja’maja’matawoi ing kalewo’an, kumaapa se kokere, se rampas. (Pekerjaan Manembo mengamati/ mengawasi para pencuri, para pembunuh, dan orang2 yang ber-jalan2 dalam pekerjaan melakukan kejahatan, atau suka memindahkan sipat tanah, juga para perampok)
Waja se tow itu ja pene’te-ne’teren i Manembo, endo wo m bengi, wo ma’te’ter ka’i se tow matawoi ing kasama’an. (Semua orang2 itu di amatinya, siang dan malam, termasuk juga mengawasi orang2 yang melakukan kebaikan.)
En tawoien i Manalinga, ja sia melinga-linga, kumaapa mema’a-ma’an se manuwu’ i lewo’ wo melinga-linga se ma’somoi-somoi i nuwu’ lewo’ a si kakelena tow. (Pekerjaan Manalinga, ya mendenga-dengar, atau memasang telingah pada orang yg berbicara jahat, dan mendengarkan orang2 yang berbicara tersembunyi-sembunyi tentang sesamanya manusia.)
Keleke’ kine kinarembusan in esa wu’uk en katatenge, ja pinalingangke’ i Manalinga. (Dikatakan bahwa sehelai rambut pun putus suara itu pun dapat di dengar si Manalinga itu.)
Akadem e sangapulu bo rua anio’ en aiwe’e-mange i Lumimu’ut a mange an dangka. (Hanya yang dua belas ini yang ditempatkan Lumimu’ut di sebelah atas.)
Ta’an se anakeila walina ja aisusudeila a ma’i am bawo in tana, wo amio’ an darem in tana’. (Namun anak mereka lainnya di tempatkan di permukaan tanah, dan di bawah tanah.)
13. Si Soputan nimento kumaapa nimena’ a si esa kuntung makangaran Soputan, itji’it i ngaran i Soputan; si kuntung itu ja a mekona e Tompaso’.(Si Soputan tinggal atau beristirahat pada sebuah gunung bernama Soputan, disesuaikan nama si Soputan ; gunung itu berada di sebelah selatan Tompaso.)
14, 15. Si makangaran Tineiteman wo si Rampa’bene’ ja nimento’ an do’ong in Tombasian an Dangka. (Yang bernama Tineiteman dan si Rampa’bene’ ya tinggal di kampung Tombasian Atas.
Seila in dua en ipa’bale e Tombasian. (Mereka berdua adalah cikal bakal Tombasian.
16. Si Rumengan monge nimento a si esa kuntung ngarananem si kuntung itu ja Rumengan, itji’it i ngaran i Rumengan. ( Si Rumengan ke arah utara pada gunung bernama Rumengan)
17, 18. Si Mandei wo si Lumalenei ja kara-karapi i Rumengan. (Si Mandei dan si Lumalenei ya bersama-sama dengan si Rumengan).
19, 20. Si Mamarinsing wo si Watu Wiles ja mitjo nimento a mitjo e Langowan. (Si Mamarinsing dan si Watu Wiles ke arah timur yakni di Langowan)
21, 24. Si Makaliwe wo si Manopo ja moko nimento’ a moko an sendi in tana’. (Si Makaliwe dan Manopo ke arah barat di pinggiran tanah)
23. Si Lolombulan ja nimento’ a si esa kuntung ngarananem si kuntung itu ja Lolombulan, itji’it i ngaran i Lolombulan. (Si Lolombulan tinggal pada sebuah gunung yang diberi nama Lolomnulan sesuai nama si Lolombulan)
22. Si Kalangi’ ja nimento a mio’ an duru in ta’asik a mongena e Pondang. (Si Kalangi ya tinggal di tepi pantai sebelah utara desa Pondang)
Si Kalangi kine matiei in ta’asik. (Si Kalangi, kata orang, adalah penjaga pantai)
25. Si Kapero ja nimento am Pinabetengan. (Si Kapero tinggal di Pinawetengan)
26. Si Pangemanan ja mitjo nimento a mitjo ang Kema. (Si Pangemanan ketimur tinggal dimana matahari terbit.
27. Si Retjekean ja nimio’ nimento’ a mio’na in tana’, kumaapa an darem in tana’. (Si Retjekean ja tinggal di bawah tanah, atau dalam tanah.)
===========================================================================
Akareke’ ambi’i (sampai saja disini)
3.
Tulisan ini berupa saduran,sudah di tampilkan di wall bpk Dantje Mintalangi
Mungkin setiap.desa punya versi tersendiri dgn Watu Tumotowa.
Versi tou Kumelembuai .
Dalam prosesi tumani in roong Kumelembuai, watu tumotowa di jadikan pusat ritual agama suku yg dipimpin walian Mamarimbing (kepala agama suku),Mongkareng (ahli bunyi burung dan perbintangan)serta Lampus,seorang ahli klenik.mereka bertiga memulai ritual agama suku mengitari batu tumotowa sebanyak 99x sambil memohon berkat kpd opo empung walian wangko.setelah itu mereka berjalan sembilan langkah ke arah utara meletakkan sesajen di sebuah watu lempar yg disangga sembilan batu.setelah itu mereka kembali.lagi k batu tumotowa dan mengelilinginx sebanx 9 x.setelah mendengar bunyi brng manguni 9 x(pertanda sesajen dan permintaan telah dikabulkan)maka Apo lampus berjalan mundur 99 langka kearah matahari terbit dan menancapkan 99 patahan rere wuring ketanah.setelah itu patahan lidi tersebut kemudian di lindungi dgn meletakan 3 buah batu yg menghadap 3 penjuru.setelah itu maka mereka berjalan 9langkah kearah utara dimana terdapat batu Paruindengan, tempat dimana Paat (tonaas) Lontokapantou/Langkai(teterusan)dan tua tua kampung duduk mengitari batu tersebut sambil bernyanyi dan mensyukuri lewat makan bersama seluruh rakyat (semuanya 34 kk) sebagai tanda bahwa prosesi tumani in roong sudah selesai.
Jadi, watu tumotowa itu adalah pusat ritual/ibadah agama suku dan menjadi 'wada perantara hubungan antara manusia dan sang penguasa alam' dlm kepercayaan alifuru(paham sinamisme).
Dan...awo..acareneto reen e pandita Sonny J.Liando.😃😁
Kumelembuai berdiri pada thn 1772,
Injil masuk d Kumelembuai thn 1838.
DAFTAR ROMBONGAN YANG DATANG BERMIGRASI DI TANAH KUMELEMBUAI
============
Setelah LONTOH KAPANTOW kembali dari perjalanannya dalam rangkah mencari lahan untuk bakal pendirian (TUMANI IN NDO'ONG WERU) dia kemudian kembali ke KAWANGKOAN dan melaporkan hasil penemuannya dihadapan PAMATU'AN IN NDO'ONG yaitu PAAT.
Maka dalam kurun waktu yang relatif singkat, TONA'AS PAAT langsung memerintahkan kepada seluruh warga yang siap dan ikut pergi untuk menempati lokasi bakal pendirian desa baru.
Maka setelah menunggu hari yang baik dan bagus, dan dengan bantuan penanda Burung Manguni. Maka oleh PAAT, LONTOH, WALIAN MAMARIMBING dan MONGKARENG, memberikan aba-aba untuk membuang langkah berjalan dan mulai meninggalkan KAWANGKOAN, sebanyak 35 Kepala Keluarga (KK), yang seluruhnya kira-kira berjumlah 160 jiwa.
Mereka adalah:
1. PAAT dengan ke Tujuh orang anaknya, yaitu: KENTEY, SUMAKUL, PANGAILAH, MARUANG, TIMBEE, LENGKONG dan SINAULAN.
2. LONTOH KAPANTOW (LANGKAY) dengan Anak-anaknya, yaitu: WAWORUNTU, PAAMPUNGEN, KAUMBANGKO dan TOKAWENE
3. MAMARIMBING dengan anak-anaknya: TEMPU dan MAYONG PORONG
4. MONGKARENG dengan anaknya: MANEMBU MONGKARENG
5. TELAP LUMELEY dengan anak-anaknya: TUMANDUK, KUMAYAS, PINATIK, LUMAMBUKOW dan UREY.
6. TUYU dengan anak-anaknya: PONGANTUNG dan LENGKOW
7. RINDO-RINDO dengan anak-anaknya: RUMESAK, MONDING, SUMUOT, TUMIWA dan MAMENTU.
8. SUMAKUL dengan anak-anaknya: TUMIWA, MAPALEMPOW dan DAFID.
9. PASAH dengan anak-anaknya: PANGULURAN dan REWUNGBENE.
10. LALOAN dengan anak-anaknya: MARUAYA, KENAL dan JOSEPUS.
11. TUMANDUK dengan anak-anaknya: KAWULUR dan TUWO.
12. LENGKONG dengan anak-anaknya perempuan: EREY, LENER dan TOMBILING.
13. PONGANTUNG dengan anak-anaknya: MAMOTO, PAYOW, KORO dan LUMENTUT.
=========
Daftar nama yang tak tercatat nama anak-anaknya.
14. TUMBELAKA dengan anak-anaknya.
15. KUMOLONTANG dengan anak-anaknya.
16. LAMPUS dengan anak-anaknya.
17. KORO dengan anak-anaknya.
18. MARAMIS dengan anak-anaknya.
19. SAROINSONG dengan anak-anaknya.
20. WINAILAN dengan anak-anaknya.
21. LIANDO dengan anak2nya.
22. SINAULAN dengan anak2nya.
23. PINATIK dengan anak2nya.
24. KUMINTJEM dengan anak2nya.
25. KUMAJAS dengan anak2nya.
26. KEREH dengan anak2nya.
27. RANTUNG dengan anak2nya.
28. MONAREH dengan anak2nya.
29. LOMBOK dengan anak2nya.
30. WENGKOW dengan anak2nya.
31. KENTEY dengan anak2nya.
32. WUNGOW dengan anak2nya.
33. TIMBEE dengan anak2nya.
34. TEMPA dengan anak2nya.
35. PANGKAH dan SIOW dengan anak2nya.
2.
MAKALEMBUANG
(KUMELEMBUAI)
(Antara Doeloe dan Sekarang)
&
SEMBOYAN 5 M
(Mensiri’-siri’an, Mema’upusan, Menlinga’-linga’an, Mentantawangan dan Mema’elur-eluran)
Oleh: Evander Mongkaren, S.S
Kumelembuai itulah nama suatu desa yang berdiri tepat dibawah kaki gunung Lolombulan, yang awalnya nama Kumelembuai itu sendiri pada pertengahan abad ke XVII atau sekitar tahun 1766, pada zaman berkuasanya penjajahan Belanda yang dikenal dengan “VOC” (Vereenigde Oost Indische Compagnie), di kenal dengan nama “MAKALEMBUANG” yang pada dasarnya nama ini mengandung sebuah makna yang besar dengan berfilsafatkan arti dari air yang mengalir keluar membasahi tanah ataupun bagai sebuah perumpaan secara theologia bagai air kehidupan. Bagi masyarakat minahasa zaman duluh ataupun khususnya masyarakat Kumelembuai pada waktu itu, bahwa air bagaikan suatu emas yang dalam konteksnya sebagai harta yang sangat mahal dan berguna bagi kehidupan sehari-hari. Semangat inilah yang kemudian diterapkan oleh para Founder (pendiri) desa Kumelembuai yang ingin mendidik masyrakat untuk bagimanah mampu memahami arti sebuah kehidupan bermasyarakat yang konon bisa membawa filsafat hidup itu dalam menjalani kehidupan bermasyarakat agar dapat menjadi sumber berkat pada waktu itu.Nama makalembuang dengan arti yang besar ini sendiri hilang seakan terkubur dalam bom waktu yang taakan mungkin pernah muncul lagi. Faktor besar yang kemudian membuat nama ini hilang adalah adanya pengaruh orang-orang Belanda yang bisa dikatakan pada waktu itu berkuasa atas segalah bentuk aspek penjajahan, yang selain menjajah secara fisik namun dijajah secara teori, yang dalam artinya, segalah paham sosia atau kebersamaan yang diterapkan oleh orang-orang minahasa dihilangkan dan diganti dengan paham bahwa kehidupan harus dijalankan masing-masing tanpa perlu melibatkan orang lain. Selain proses penjajahan dalam bentuk teori, pengaruh kebudayaan barat yang dalam hal ini dialek, juga menjadi tajuk utama dalam proses penghilangan kata Makalembuang itu sendiri, karena tak bisa mengucapkan kata makalembuang, sehingga lebih gampang orang-orang Belanda itu mengeja dengan nama Koemelemboeai.Menurut catatan sejarah yang ada, masyarakat Kumelembuai itu sendiri berasal dari desa Kawangkoan yang karena kepadatan penduduk sehingga membuat beberapa tetua desa berkeinginan mencari lahan baru untuk dijadikan sebagai tempat pemukiman. Lontoh Kapantow yang kemudian berubah nama menjadi “LANGKAY’ merupakan salah satu tokoh masyarakat pada waktu itu yang dengan segalah keberanian dan ketekunannya, mampu memberikan jalan keluar bagi masyarakat Kawangkoan yang pada waktu itu dibebankan dengan mengharapkan ada sebuah lahan yang sangat luas untuk dijadikan sebagai tempat pemukiman yang baru. Lontoh Kapantow sendiri meski harus berjalan menyusuri hutan dan melewati sungai-sungai yang besar, tetap teguh hati mencari sebuah lahan yang luas dan dekat dengan sumber air untuk dijadikan sebagai tempat pemukiman yang baru, sehingga didapatinyalah sebuah lahan yang cukup luas dekat dengan sumber air sehingga cocok untuk dijadikan sebagai tempat untuk masyarakat yang ingin bertransmigrasi yaitu Kumelembuai saat ini.Berdirinya desa Kumelembuai ini sendiri memakan waktu yang relatif lamah dengan segalah bentuk persiapan, baik dalam persiapan secara ritualisasi maupun hal-hal lain yang menyangkut prosesi itu. Secara kebiasaan orang minahasa pada waktu itu, masyarakat mengenal sebuah ritualisasi yang dikenal dengan kata “TUMANI” yang walaupun artinya bukan secara harafiah dapat diartikan sebagai pendirian desa baru namun jauh melebihi dari makna yang sebenarnya. Pada prosesi itu sendiri, ketika ditancapkannya batu Tumotowa oleh seorang Tokoh masyarakat yang dikenal dengan sebutan Tona’as (Pemimpin) yang bernama PAAT memberikan banyak petuah atau semboyan yang dalam hal ini masyarakat Kumelembuai mengenalnya dengan semboyan 5M Mensiri’-siri’an, Mema’upusan, Menlinga’-linga’an, Mentantawangan dan Mema’elur-eluran (Hormat-menghormati, Berkasih-kasihan, Saling mendengarkan satu sama lain, Tollong-menolong dan Menciptakan Kedamaian). Selain itu ia meminta agar masyarakat mampu memlihara keamanan, ketertiban dan kerukunan dalam persatuan dan kesatuan, serta selalu waspada dalam berbagai bentuk aspek ancaman yang akan datang.Memasuki awal abad ke 19 sampai saat ini, sepertinya semboyan 5 M itu sendiri mulai dikikis dengan paham-paham kebudayaan barat yang cukup banyak mempengaruhi dan berkembang pesat dikalangan masyarakat Kumelembuai saat ini. Proses inilah yang kini membawa masyarakat Kumelembuai dilanda kehancuran secara tidak langsung, yang maksudnya penerapan semboyan 5 M yang bertujuan membawa masyarakat pada kehidupan yang lebih bagus kedepan dengan berpatokan pada sistem MAPALUS atau gotong royong kini malah diganti dengan kehidupan bermasyarakat yang berjalan sendiri-sendiri ditambah dengan pengaruh moderenisme yang membawa generasi mudah pada paham yang mendidik mereka untuk melupakan semua ajaran-ajaran para leluhur yang bisa dikatakan sangat bijak dan mengandung banyak hal positif yang mampu membawa alur kehidupan kearah yang lebih baik serta yang sebetulnya menjadi harapan satu-satunya untuk menerapkan kembali semboyan 5 M. Harapan para Founderpun kini hanya menjadi sebuah kenangan dengan tak ada lagi proses penerapan itu. Yang saat ini membuat masyarakat Kumelembuai tak lagi hidup dalam kerukunan melainkan hidup dalam perpecahan meski tak dapat dilihat secara langsung tapi mampu diramalkan dan dirasakan.Oleh sebab itu perlu adanya suatu perubahan sosial yang mampu membawa dan mendidik generasi muda bahkan seluruh elemen masyarakat agar dapat terus mampu menerapkan semboyan 5 M serta mampu menghargai, dan melestarikan ajaran-ajaran luhur para pendiri desa, sehingga akan dapat dilihat suatu perkembangan masyarakat yang sangat besar yang menjalankan setiap aspek kehidupan bermasyarakat yang bisa menjadi berkat bagi orang lain.
Sa Cita Esa Keter Cita
Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua, apa terlebih masyarakat Kumelembuai.
Kumelembuai, 20 September 2017
Penulis,
Mongkaren Evander, S.S
Colek Om Jay Tusan
3.
KISAH TOAR LUMIMUUT VERSI TOMPASO
Kukua an doro’ i Lumimu’ut wo si Toar, sinisil i Winuwus Mondow Walian an Talikuran (Tompaso’)
(Cerita mengenai Lumimu’ut dan Toar, diceritakan oleh Minuwus Mondow dari Talikuran Tompaso’. Dalam versi Makale’i). Dan diterjemahkan oleh Neo Eddy Rawis)
Kumi’it ing kukua e makakukua, esa watu unei am peta i laur; kawangko i watu unei itu kele wale wangko’. (Menurut penuturan para penutur, sebuah batu bertuah berada di telaga; besar batu bertuah itu sebesar rumah yang besar.)
Sempa’anem si watu unei itu ja mamuali esa lumelempad makangaran kokoak. (Gelombang air menerpa batu bertuah itu, maka jadilah seekor burung bernama Gagak.)
Lumimu'utem si watu unei itu, mamuali esa tow si limu'ut watu unei itu.
(Berkeringatlah batu bertuah itu, dan jadilah seorang manusia keringat batu bertuah itu.)
Ngaran i tow itu Lumimu’ut, am pa’pa’an sia limu’ut(e)ke’ i watu wo mamuali-ma’i tow. (Nama orang itu Lumimu’ut, karena ia hanya dari keringat dari batu lalu menjadi manusia.)
Jawo si Lumimu’ut tumulung an dangka’ i watu unei itu. (Pada saat Lumimu’ut berdiri di atas batu bertuah itu.)
Makatulungoka a si watu unei itu sia, ja sia ma’ila’ si kokoak ma’tele-teleb maali-ali in a’ngo pela. (Sementara ia berdiri-diri pada watu bertuah itu, ia melihat si burung Gagak terbang membawa-bawa ranting kecil yang kering.)
Jawo si Lumimu’ut me’buei a si Kokoak, eng kuana : ,,E Kokoak, am bisa si a’ngo iana wo indonu? (Lumimu’ut pun bertanya kepada si burung Gagak, katanya : ,,E Gagak, di mana ranting itu dulu lalu kau ambil?”)
Sumowatoka si Kokoak, eng kuana : ,,Niindoku a mange an Taure. (Jawab burung Gagak, katanya : ,,Saya mengambilnya di Tanah Tua.)
Siituke’ m pinalinja i Lumimu’ut, ja sia numuwu’, eng kuana : Sa itjasale’nu, ipakawali aku a si tana’ itu.” (Hanya itu yg idengar Lumimu’ut, lalu ia berbicara, katanya : ,,Seandainya engkau senang, antarkan aku ke tanah itu.)
Sumowatem si Kokoak, eng kuana : ,,O ja kumi’it-ai iaku.” (Jawab burung Gagak, katanya : ,,O, ya, ikutlah dengan aku”)
Maja’am seila in dua, mange a si esa tana’ ; kawangko in tana’ itu ja kele ni’u, si tana’ itu ja aitumow an ened in ta’asik. (Berjalanlah mereka berdua, menuju ke satu tanah ; besarnya tanah itu ya seperti nyiru, tanah itu muncul di tengah laut.)
Ambituoka seila in dua, ja numuwu’ si Kokoak a si Lumimu’ut, eng kuana : Ja si anio’ si tana’ niindoangku si a’ngo pinaali-aliku, ngaran i tana’ anio’ ja Taure.” (Disitulah mereka berdua, lalu berbicaralah si burung Gagak kepada Lumimu’ut, katanya : ,,Ya inilah tanah dimana aku mengambil ranting kering yang aku bawa-bawa itu, nama tanah ini adalah Tanah Tua”.)
Siituke’ en ainuwu’ i Kokoak, ja sia tumele’bem itela’unam ambitu si Lumimu’ut. (Hanya itulah yang diucapkan burung Gagak, lalu ia pun terbang meninggalkan Lumimu’ut disitu.)
An somoi-a’i itu, ja si Lumimu’ut kumompol sangakompol en tana’, wo sia maja’mareng-ange a si watu unei tempat kejadian dirinya. (Kemudian itu, si Lumimu’ut menggenggam se genggam tanah, lalu ia berjalan kembali ke batu bertua dmana ia dijadikan.)
Itjateka’-mange ambi’itu sia, ja iwekar(e)na-mio’ si tana’ pina’kompol(e)na. (Setibanya ia disitu, diletakkannya tanah yang digengggamnya itu.)
Te’terenam em binekarana si tana’itu, ja ro’na tempa in sangapulu’ ngarepa.(Diperhatikannya tempat dimana tanah itu diletakkannya, ya kira2 seluas sepuluh depa).
Mando-mai kinaawesanem eng kawangko’ i tana’ itu. (Esok harinya telah bertambah besar luas tanah itu)
Wo mando ka’i-mai kinaawesanem tajang eng kawangko’ i tana’ itu, wo itu mengawe-ngawes eng kawangko’. (Esoknya lagi bertambah jauh lebih besar tanah itu, lalu semakin bertambah-tambah besarnya.)
Malekep en siow ngando ja makadem si tana’ itu ma’bangko’, am pa’pa’an si tana’ itu ja airumi’item moko, monge, meko, mitjo i langit. (Genap hari ke sembilan ya berakhirlah tanah itu membesar, karena tanah itu telah mencapai langit sebelah barat, sebelah utara, sebelah selatan, sebelah timur.)
Te’terenem Lumimu’ut en ipakasa am bawo in tana’ ja tangkelas(e)pe’, anaitu sia ja mareng-ange a si tana’ kinompolana si tana’ itu. (Diperhatikan Lumimu’ut bahwa seluruh permukaan tanah masih kosong, oleh sebab itu ia kembali lagi ketanah dimana ia menggenggam tanahnya itu dulu.)
Mangem ambi’tu sia, ja sia kumompol ka’i-mio’ sangakompol en tana’ wo si tana’ itu aiwuras(e)na an ipakasa am bawo in tana’ anio’. (Setelah berada disana, digenggamnya lagi satu genggam tanah lalu tanah itu datang ditebarkannya diseluruh permukaan tanah tanah yang masih kosong itu).
Tumowem si aiwuras(e)na itu ja se waja tu’dana ing kayu wo waja im baja pa’ila’an am bawo in tana’. (Maka bertumbuhlah apa yang dihamburkannya itu, seperti segala pohon kayu serta kesemua yang kelihatan di atas, di permukaan tanah.)
Pa’ila’anem i Lumimu’ut se waja im baja itu, ja sia mema’ esa kuntung a meko an do’kos in Dano i Apo makangaran Wulud Maatus. (Diperhatikan Lumimu’ut semuanya itu, dan ia pun membangun sebuah gunung di sebelah selatan, pada Mata airnya Apo bernama Wulud Maatus.)
Jawo si Lumimu’ut sumoso’d a si kuntung itu, wo sia mange tumulung am puruk i kuntung itu. (Kemudian Lumimu’ut naik ke atas gunung itu, lalu ia berdiri di puncak gunung itu.)
Ambi’ituoka sia, ja sia sumaru moko in deges a moko wo ma’i, wo si Lumimu’ut makapendam in owak(e)na ja owakoka lewo’, kumaapa wa’atenem. (Di tempat itulah ia, lalu ia menghadap ke barat dimana datangnya angin barat., kemudian itu ia merasakan tubuhnya tidak baik, atau mengandung.)
Anaitu en deges a moko wo ma’i ningaranan awa’at am pa’pa’an si reges itu ja nima’at si Lumimu’ut. (Maka itulah angin barat itu dinamakan penyusup, karena angin itu yang menyusupi tubuh membuat hamil si Lumimu’ut.)
An somoi-ai itu ja si Lumimu’ut makaanakem esa anak tuama, ngarananem i Lumimu’ut si toja’ang itu To’ar. (Kemudian Lumimu’ut melahirkan seorang anak laki2, dinamainya anak itu To’ar)
Sapakem si To’ar ja ipa’sandoke’ eng kapatow(e)na. (Sebagaimana yang terjadi bahwa pertembuhan si To’ar sanga cepat sekali.)
Mamatu’am-a’i si To’ar Ja sia nuwu’an i nanga, eng kuanem : ,,E To’ar mangere-mange penana’an ko.” (Setelah To’ar menjadi dewasa, maka ibunya berkata : ,,E To’ar! Carilah untuk menjadi isterimu.”
Siituke’ nilinga i To’ar a si Lumimu’ut, ja sia maja’ lumitji’d in tana’. (Hanya itu yang didengar To’ar dari Lumimu’ut, lalu ia berkeliling.)
Marengem-ai si To’ar a si inanga, eng kuana : ,,O Inangku, aku ja ra’itja nimakaere penana’an,” (Sekembali si To’ar pada ibunya, lalu ia berkata :,,O Ibuku, aku tidak menemukan seorang isteri”)
Sumowato si Lumimu’ut, eng kuana : ,,E To’ar, tewasen-ange si tu’is anio’ wo rimperan-io’ en tu’da wo n tempok wo isoka’d –a’i iaku ng kalambot i tu’is iana, wo ka’i ko maja’ lumitji’d in tana’, kumakan ko maja’ ja aku kuma’biri. (Jawab Lumimu’ut, katanya : ,,E To’ar, potonglah batang tu’is (sejenis alang2) ini lalu buang ujung dan akarnya kemudian ukur panjangnya sesuai tinggi badanku, lalu angkau pergi lagi berkeliling, engkau ambil jalan arah kekanan sementara aku akan mengambil arah ke kiri.)
Sa ko wo mesungkul esa wewene kagioku e giona, ja soka’den-ange i tu’is anio; sawo soka’den-ange wo sia tu’is(e)ke’ anio’ e lambot, ja ra’itja iaku, karengan isia si mamuali penana’anu.” (Sekiranya engkau berjumpa seorang wanita berwajah seperti aku, ja ukurlah tingginya samakan dengan tu’is di tanganmu itu, jika tu’is ini lebih panjang dari tingginya, maka itu bukan diriku, seharusnya dialah kau ambil sebagai isterimu”)
Ja maja’am tu’u seila in dua, kumaapa metalitjurem seila ; kuma’biri si Lumimu’ut, kumakan si To’ar e nimaja’ lumitji’d in tana’. (Lalu berangkatlah mereka berdua, atau berpisahlah mereka ; ke kiri si Lumimu’ut, ke kanan si To’ar berjalan pergi berkeliling.)
Ja memaja-maja’ tu’u si To’ar ja sia mesungkul esa wewene, pa’ila’anam si wewene itu ja kele i gio i nanga. (Tengah perjalanannya, To’ar berjumpa seorang wanita mirip wajah ibunya.)
Ta’an soka’dena-mange i tu’is pinaali-alina, ja si tu’is(e)ke’ e lambot e siwewene itu. (Akan tetapi, begitu dia mencocokan tu’is di tangannya dengan tinggi wanita, ternyata tu’is lebih panjang dari tinggi wanita itu.)
Si Lumimu’ut ku’a si wewene itu, ta’an si tu’isoka e lambot, am pa’pa’an si tu’is itu js ailumulungke’ sumawel en tempok, mandepe’ nirimperan sumama-sama’.(Sebetulnya wanita itu adalah si Lumimu’ut sendiri, akan tetapi menjadi tu’is lebih tinggi saat ini lantaran tu’isnya telah bertumbuh ujungnya walau pun sudah dipotong dengan sangat baik ujungnya.)
Pakasoka’den-oko i To’ar si wewene itu, ja numuwu’ si To’ar, eng kuana : ,,Ja itjo tu’u re’e si wewene aitjua i inangku indongku penana’an, am pa’pa’an si tu’is anio e lambot e ko.” (Selesai si To’ar mengukur wanita itu, lalu To’ar berkata, katanya : ,,Ya engkaulah wanita yang disebut ibuku yang akan kujadikan isteriku, karena tu’is ini lebih panjang dari ketinggianmu.)
Ja a si endoke’ itu seila in dua mamualim ambalesa, kumaapa tumo’tolem e mamale. (Pada hari itu juga mereka berdua menjadi suami-isteri, atau memulai berumah-tangga)
Jawo seila mareng-ange am Bulud Maatus ; ambituoka seila ja makausuiem anak makatelu siow. (Lalu mereka kembali ke Bulud Maatus ; disitulah mereka mendapatkan anak2 sebanyak dua puluh tujuh orang)
Isusudem i Lumimu’ut wo si To’ar en ento’an i esa wo esa a se anakeila in dua, wo n tawoien i esa wo si esa. (Lumimu’ut dan To’ar menyediakan tempat masing-masing satu persatu anak2 mereka berdua serta perkerjaan masingnya)
1. Si Kumokomba’ ja mange nimento ang kapepeduaan in tana’ bo langit. Tawoiena ja makomba’ se tow mamuali malengei kumaapa mamuali masija, wo se tow pogo’ kumaapa lowid karengan ikomba’ i Kumokomba’. (Si Kumokomba’ ditempatkan di pertengahan antara tanah dan langit. Pekerjaannya menetukan nasib orang menjadi miskin atau menjadi orang kaya, dan menentukan usia manusia apakah umur pendek atau umur panjang sesuai yang ditetapkan si Kumokomba’)
2. Marendor.
3. An dangka’ mange i Kumokomba’ ja si Lintjambene’
(Di atasnya dpd Kumokomba’ adalah si Lintjambene’)
6. An dangka-mange i Lintjambene’ ja si Tantumoitow. Tawoiena ja ma’tointok se tow ipakaanak(e)pe’-mai. (Di atasnya Lintjambene’ ya Tantumoitow. Pekerjaannya menentukan nasib seseorang yang baru lahir.)
Esa kina toja’ang mamuali, ja katare wueien i Tantumoitow si toja’ang itu, eng kuana : ,,E ambisa n ikasale’nu tointokangkuitjo? (Satu anak yang lahir, yang pertama ditanyakan Tantumoitow kepada anak itu, adalah ; ,,E, dimana kau suka aku tentukan padamu?
Sa si toja’ang sumowat kela’i : Itoitok-ange amangena, keleituke’ eng karior ja itoitok-io Tantumoitow an tu’da ing kayu, ta’an sa si toja’ang sumowat kela’i : Itointok-io’ a mio’na”, ja keleituke’ eng karior ja itointok-ange i Tantumoitow amangena. (Sekiranya sang anak menjawab seperti : Tentukanlah di sebelah atas, dalam seketika itu saja ditentukaan pada bgn bawah dpd kayu itu, akantetapi jika sang anak memilih menentukan sebelah bawah, maka oleh si Tantumoitow menaruhnya sebelah atas dpd kayu itu)
Uana itu : sa itointok an tu’da, ja pogo, ta’an sa itointok an tempok, ja si tow itu lowid. (Artinya : jika dipilihkan sebelah bawah ya umur pendek, tetapi jika ditentukan sebelah atas ya umur panjang)
Anaitu se ikita in tow ja ra’itja toro wo mindo ing kasale’an in esa. (Oleh sebab itu, kita manusia tidak boleh hanya mengikuti apa yang kita inginkan saja)
5. An dangka’ mange i Tantumoitow, ja si Maruaja. (Diatas dpd Tantumoitow adalah si Maruaya)
Sapakem en tawoiena, ja masusui a se mamuali walian, ma’deideng. (Yang mana pekerjaannya adalah mengajari calon walian, mareideng)
7. An dangka-mange i Maruaya, ja si Karema. ( Diatasnya Maruaya adalah Karema)
En tawoiena ja pute wo n tawoien i Maruaya. (Pekerjannya adalah sama dengan pekerjaan si Maruaya)
8. An dangka-mange i Karema, ja si Mawati’. (Diatasnya Karema adalah si Mawati’)
En tawoiena ja ma’bati kumaapa ma’sani se tow. (Pekerjaannya adalah meramal atau menubuatkan manusia)
9. An dangka-mange i Mawati, ja si Makaoro. (Diatasnya Mawati’ ya si Makaoro.
En tawoiena ja tona’as ma’susui a se mamuali tona’as, ta’an sia ja ra’ipe isia n tona’as wangko’, sia ja tona’as ma’seisang. (Pekerjaannya adalah tona’as, mengajari para calon tona’as, namun dia bukanlah tona’as besar, dia adalah tona’as pengganti/ pembantu)
4. An dangka-mange i Makaoro, ja si Mamarimbing. (Di atasnya si Makaoro ya si Mamarimbing)
En tawoiena, ja tona’as wangko kumaapa tona’as wawarangan. (Pekerjaannya adalah komunikator burung hantu (masoring)
Anaitu isia tu’dana ma’susui a se mamuali tona’as. (Maka itulah ia merupakan guru besar pengajar para calon tona’as)
10. An dangka-mange i Tona’as Mamarimbing, ja si Mangantes. (Diatasnya tona’as Mamarimbing adalah si Mangantes.)
11, 12. An dangka-mange i Mangantes, ja se rua makangaran Manembo wo si Manalinga. (Di atasnya Mangantes, ya kedua orang bernama Manembo dan Manalinga.)
Se rua anio’ ja nimento’ a mange ang kawuwungan, a mange an aisumungkarem i langit. (Kedua orang ini tinggaal diatas ketinggian tertinggi, dimana menyentuh langit)
En tawoien i Manembo ja mene’tene’ter se tow ma’dombit wo se tampemu’is wo se memaja’maja’matawoi ing kalewo’an, kumaapa se kokere, se rampas. (Pekerjaan Manembo mengamati/ mengawasi para pencuri, para pembunuh, dan orang2 yang ber-jalan2 dalam pekerjaan melakukan kejahatan, atau suka memindahkan sipat tanah, juga para perampok)
Waja se tow itu ja pene’te-ne’teren i Manembo, endo wo m bengi, wo ma’te’ter ka’i se tow matawoi ing kasama’an. (Semua orang2 itu di amatinya, siang dan malam, termasuk juga mengawasi orang2 yang melakukan kebaikan.)
En tawoien i Manalinga, ja sia melinga-linga, kumaapa mema’a-ma’an se manuwu’ i lewo’ wo melinga-linga se ma’somoi-somoi i nuwu’ lewo’ a si kakelena tow. (Pekerjaan Manalinga, ya mendenga-dengar, atau memasang telingah pada orang yg berbicara jahat, dan mendengarkan orang2 yang berbicara tersembunyi-sembunyi tentang sesamanya manusia.)
Keleke’ kine kinarembusan in esa wu’uk en katatenge, ja pinalingangke’ i Manalinga. (Dikatakan bahwa sehelai rambut pun putus suara itu pun dapat di dengar si Manalinga itu.)
Akadem e sangapulu bo rua anio’ en aiwe’e-mange i Lumimu’ut a mange an dangka. (Hanya yang dua belas ini yang ditempatkan Lumimu’ut di sebelah atas.)
Ta’an se anakeila walina ja aisusudeila a ma’i am bawo in tana, wo amio’ an darem in tana’. (Namun anak mereka lainnya di tempatkan di permukaan tanah, dan di bawah tanah.)
13. Si Soputan nimento kumaapa nimena’ a si esa kuntung makangaran Soputan, itji’it i ngaran i Soputan; si kuntung itu ja a mekona e Tompaso’.(Si Soputan tinggal atau beristirahat pada sebuah gunung bernama Soputan, disesuaikan nama si Soputan ; gunung itu berada di sebelah selatan Tompaso.)
14, 15. Si makangaran Tineiteman wo si Rampa’bene’ ja nimento’ an do’ong in Tombasian an Dangka. (Yang bernama Tineiteman dan si Rampa’bene’ ya tinggal di kampung Tombasian Atas.
Seila in dua en ipa’bale e Tombasian. (Mereka berdua adalah cikal bakal Tombasian.
16. Si Rumengan monge nimento a si esa kuntung ngarananem si kuntung itu ja Rumengan, itji’it i ngaran i Rumengan. ( Si Rumengan ke arah utara pada gunung bernama Rumengan)
17, 18. Si Mandei wo si Lumalenei ja kara-karapi i Rumengan. (Si Mandei dan si Lumalenei ya bersama-sama dengan si Rumengan).
19, 20. Si Mamarinsing wo si Watu Wiles ja mitjo nimento a mitjo e Langowan. (Si Mamarinsing dan si Watu Wiles ke arah timur yakni di Langowan)
21, 24. Si Makaliwe wo si Manopo ja moko nimento’ a moko an sendi in tana’. (Si Makaliwe dan Manopo ke arah barat di pinggiran tanah)
23. Si Lolombulan ja nimento’ a si esa kuntung ngarananem si kuntung itu ja Lolombulan, itji’it i ngaran i Lolombulan. (Si Lolombulan tinggal pada sebuah gunung yang diberi nama Lolomnulan sesuai nama si Lolombulan)
22. Si Kalangi’ ja nimento a mio’ an duru in ta’asik a mongena e Pondang. (Si Kalangi ya tinggal di tepi pantai sebelah utara desa Pondang)
Si Kalangi kine matiei in ta’asik. (Si Kalangi, kata orang, adalah penjaga pantai)
25. Si Kapero ja nimento am Pinabetengan. (Si Kapero tinggal di Pinawetengan)
26. Si Pangemanan ja mitjo nimento a mitjo ang Kema. (Si Pangemanan ketimur tinggal dimana matahari terbit.
27. Si Retjekean ja nimio’ nimento’ a mio’na in tana’, kumaapa an darem in tana’. (Si Retjekean ja tinggal di bawah tanah, atau dalam tanah.)
===========================================================================
Akareke’ ambi’i (sampai saja disini)
3.
DAFTAR ROMBONGAN YANG DATANG BERMIGRASI DI TANAH KUMELEMBUAI
============
Setelah LONTOH KAPANTOW kembali dari perjalanannya dalam rangkah mencari lahan untuk bakal pendirian (TUMANI IN NDO'ONG WERU) dia kemudian kembali ke KAWANGKOAN dan melaporkan hasil penemuannya dihadapan PAMATU'AN IN NDO'ONG yaitu PAAT.
Maka dalam kurun waktu yang relatif singkat, TONA'AS PAAT langsung memerintahkan kepada seluruh warga yang siap dan ikut pergi untuk menempati lokasi bakal pendirian desa baru.
Maka setelah menunggu hari yang baik dan bagus, dan dengan bantuan penanda Burung Manguni. Maka oleh PAAT, LONTOH, WALIAN MAMARIMBING dan MONGKARENG, memberikan aba-aba untuk membuang langkah berjalan dan mulai meninggalkan KAWANGKOAN, sebanyak 35 Kepala Keluarga (KK), yang seluruhnya kira-kira berjumlah 160 jiwa.
Mereka adalah:
1. PAAT dengan ke Tujuh orang anaknya, yaitu: KENTEY, SUMAKUL, PANGAILAH, MARUANG, TIMBEE, LENGKONG dan SINAULAN.
2. LONTOH KAPANTOW (LANGKAY) dengan Anak-anaknya, yaitu: WAWORUNTU, PAAMPUNGEN, KAUMBANGKO dan TOKAWENE
3. MAMARIMBING dengan anak-anaknya: TEMPU dan MAYONG PORONG
4. MONGKARENG dengan anaknya: MANEMBU MONGKARENG
5. TELAP LUMELEY dengan anak-anaknya: TUMANDUK, KUMAYAS, PINATIK, LUMAMBUKOW dan UREY.
6. TUYU dengan anak-anaknya: PONGANTUNG dan LENGKOW
7. RINDO-RINDO dengan anak-anaknya: RUMESAK, MONDING, SUMUOT, TUMIWA dan MAMENTU.
8. SUMAKUL dengan anak-anaknya: TUMIWA, MAPALEMPOW dan DAFID.
9. PASAH dengan anak-anaknya: PANGULURAN dan REWUNGBENE.
10. LALOAN dengan anak-anaknya: MARUAYA, KENAL dan JOSEPUS.
11. TUMANDUK dengan anak-anaknya: KAWULUR dan TUWO.
12. LENGKONG dengan anak-anaknya perempuan: EREY, LENER dan TOMBILING.
13. PONGANTUNG dengan anak-anaknya: MAMOTO, PAYOW, KORO dan LUMENTUT.
=========
Daftar nama yang tak tercatat nama anak-anaknya.
14. TUMBELAKA dengan anak-anaknya.
15. KUMOLONTANG dengan anak-anaknya.
16. LAMPUS dengan anak-anaknya.
17. KORO dengan anak-anaknya.
18. MARAMIS dengan anak-anaknya.
19. SAROINSONG dengan anak-anaknya.
20. WINAILAN dengan anak-anaknya.
21. LIANDO dengan anak2nya.
22. SINAULAN dengan anak2nya.
23. PINATIK dengan anak2nya.
24. KUMINTJEM dengan anak2nya.
25. KUMAJAS dengan anak2nya.
26. KEREH dengan anak2nya.
27. RANTUNG dengan anak2nya.
28. MONAREH dengan anak2nya.
29. LOMBOK dengan anak2nya.
30. WENGKOW dengan anak2nya.
31. KENTEY dengan anak2nya.
32. WUNGOW dengan anak2nya.
33. TIMBEE dengan anak2nya.
34. TEMPA dengan anak2nya.
35. PANGKAH dan SIOW dengan anak2nya.
4.
WATU TUMOTOWA ADALAH:
Tulisan Bpk Noody Langkai di wall TontemboanTulisan ini berupa saduran,sudah di tampilkan di wall bpk Dantje Mintalangi
Mungkin setiap.desa punya versi tersendiri dgn Watu Tumotowa.
Versi tou Kumelembuai .
Dalam prosesi tumani in roong Kumelembuai, watu tumotowa di jadikan pusat ritual agama suku yg dipimpin walian Mamarimbing (kepala agama suku),Mongkareng (ahli bunyi burung dan perbintangan)serta Lampus,seorang ahli klenik.mereka bertiga memulai ritual agama suku mengitari batu tumotowa sebanyak 99x sambil memohon berkat kpd opo empung walian wangko.setelah itu mereka berjalan sembilan langkah ke arah utara meletakkan sesajen di sebuah watu lempar yg disangga sembilan batu.setelah itu mereka kembali.lagi k batu tumotowa dan mengelilinginx sebanx 9 x.setelah mendengar bunyi brng manguni 9 x(pertanda sesajen dan permintaan telah dikabulkan)maka Apo lampus berjalan mundur 99 langka kearah matahari terbit dan menancapkan 99 patahan rere wuring ketanah.setelah itu patahan lidi tersebut kemudian di lindungi dgn meletakan 3 buah batu yg menghadap 3 penjuru.setelah itu maka mereka berjalan 9langkah kearah utara dimana terdapat batu Paruindengan, tempat dimana Paat (tonaas) Lontokapantou/Langkai(teterusan)dan tua tua kampung duduk mengitari batu tersebut sambil bernyanyi dan mensyukuri lewat makan bersama seluruh rakyat (semuanya 34 kk) sebagai tanda bahwa prosesi tumani in roong sudah selesai.
Jadi, watu tumotowa itu adalah pusat ritual/ibadah agama suku dan menjadi 'wada perantara hubungan antara manusia dan sang penguasa alam' dlm kepercayaan alifuru(paham sinamisme).
Dan...awo..acareneto reen e pandita Sonny J.Liando.😃😁
Kumelembuai berdiri pada thn 1772,
Injil masuk d Kumelembuai thn 1838.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar